Senin, 28 November 2011

Kearifan Lokal Dayak Jaga Anggrek Meratus Maret 7, 2011 oleh muhammad jumani

Tak bisa dipungkiri Meratus kini telah dikenal sebagai surganya anggrek, tidak hanya di dalam negeri tapi juga didunia internasional. Bahkan dalam sebuah film mancanegara pernah mengisahkan tentang pencarian anggrek langka di tanah Borneo ini. Di sepanjang pegunungan Meratus ini pula lah masyarakat adat Dayak Meratus tinggal. Suku Dayak Meratus atau suku Bukit inilah yang tinggal dan hidup berdampingan dan mengelola kawasan hutan Meratus dengan kearifan lokal yang masih kental.
Anggrek melatus biasanya juga di manfaatkan untuk acara-acra besar saperti penyambutan pejabat dan lai-lain.
Masyarakat adat Dayak Meratus tidak memiliki orientasi materialis dan sifat kompetitif. Sumber daya alam yang mereka butuhkan, hanya diambil secukupnya sesuai kebutuhan dan kemampuan. Meskipun Kearifan lokal Dayak tidak mengenal istilah konservasi, namun sejak turun-temurun ternyata sudah mempraktekkan aksi pelestarian terhadap tumbuhan dan hewan secara mengagumkan. sebagai contoh menentukan suatu kawasan atau situs yang dikeramatkan secara bersama-sama. Kearifan lokal seperti itu, terbukti ampuh menyelamatkan suatu kawasan beserta isinya dengan berbagai bentuk larangan yang disertai dengan sanksi adat bagi yang melanggarnya. Bagi mereka yang melanggar ketentuan tersebut akan dikenai denda yang besarnya ditetapkan oleh kepala adat setempat. Kenyataannya, kearifan lokal seperti ini terbukti mampu menghambat lajunya kerusakan alam akibat pembalakan liar.
Kearifan Lokal sering kali tidak lepas dengan hal-hal tabu atau hal-hal yang dilarang, mitos, maupun religi. Kasus lain yang didalamnya sarat akan kearifan lokal ialah adanya anggapan bahwa paku tanduk rusa (platycerium)  sebagai tumbuhan tempat bersemayamnya roh halus/hantu tak heran jika kita tidak menemukan masyarakat setempat yang menanam tanaman ini. Hal ini berlaku pula untuk tanaman Paku Sarang Burung Baik dari genus Asplenium ataupun Drynaria.
Dalam hal menjaga kelestarian anggrek Meratus erat kaitannya dengan kebiasaan atau Kearifan lokal masyarakat Dayak Meratus dalam menjaga Hutan yang merupakan habitat bagi Anggrek.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan LPMA Borneo Selatan, masyarakat adat Dayak Meratus memberlakukan wilayah ’katuan larangan’ (hutan larangan). Dalam wilayah itu, segala aktivitas pemanfaatan lahan seperti ’bahuma atau manugal’ (bertani atau berladang) tidak diperbolehkan.’Katuan larangan’ diperuntukkan dan diyakini sebagai tempat bersemayamnya arwah leluhur. Pohon di wilayah itu tidak boleh di tebang. Pemanfaatan hutan hanya sebatas hasil hutan non kayu.  Wilayah itu biasanya terletak di ketinggian diatas 700 meter dari permukaan laut.  Pada ketinggian inilah hidup anggrek yang tumbuh baik pada suhu hangat  26-35°C pada siang hari dan 18-24°C pada malam hari misalnya   jenis Phalaenopsis, Vanda dan Dendrobium. Ada lagi wilayah ’katuan adat’ (hutan adat). Wilayah tersebut milik Balai yang sebagian boleh dibuka untuk ’bahuma’. Masyarakat sekitar Balai diperbolehkan menebang pohon untuk kebutuhan membangun rumah dan kayu bakar di wilayah itu.
Di wilayah ’katuan adat’ boleh ditanami tanaman perkebunan atau tanaman keras setelah tidak lagi dipergunakan untuk ’bahuma’. Masyarakat setempat menyebutnya dengan istilah ’jurungan’ atau wilayah bekas ladang yang ditinggalkan untuk kemudian didatangi kembali.
Sungguh hubungan manusia dengan alam yang sangat harmonis, sayangnya kearifan lokal ini tidak dimiliki oleh masyarakat  pada umumnya sehingga intervensi dan kegiatan ilegal di Hutan Meratus masih tetap terjadi. Sehingga mengancam habitat anggrek yang berujung pada terancamnya spesies anggrek-anggrek  Meratus, sudah sepatutnya ‘Ratu para bunga’ Meratus ini  perlu mendapat perhatian lebih serius lagi, terlebih untuk spesies-spesies yang kini mulai langka seperti Phalaenopsis amabilis pelaihari dan Spatoglothis zurea.
 http://indonesianorchids.wordpress.com/2011/03/07/kearifan-lokal-dayak-jaga-anggrek-meratus/
Di akses tanggal 22 november 2011.

Sabtu, 26 November 2011

Kearifan Lokal Dayak Dapat Selamatkan Hutan 0leh : lafinus



Sanggau,-  Pemerintah merasa gerah melihat kegiatan illegal logging yang merusak dan mengancam keutuhan hutan. Tiap tahun jumlah hutan yang gundul akibat pembalakan liar terus terjadi dan sangat luas terjadi di daerah-daerah yang masih memiliki hutan nan luas. Bagaimana mengatasinya?
Sebelumnya pernah berkembang mengenai pemerintah untuk menghidupkan kembali kearifan lokal Dayak yang akrab lingkungan guna menangkal berbagai persoalah kehutanan. Kearifan lokal tersebut sempat diwacanakan diusulkan menjadi Peraturan Daerah (Perda), bahkan kalau perlu dibuatkan Rancangan Undang-Undang (RUU) nya. Tentu saja untuk merealisasikannya bukanlah pekerjaan yang mudah, menurut Yohanes Andriyus Wijaya, SE anggota DPRD Sanggau pernah mengatakan, bahwa hal itu sangat baik. Namun yang perlu diingat dan membutuhkan kajian yang matang mengingat, setiap sub suku Dayak mempunyai kearifan lokal yang berbeda-beda dan berlaku pada daerahnya masing-masing. Artinya tidak ada keseragaman di setiap sub suku yang ada, walaupun ada benang merah yang dapat ditarik dari kearifan lokal yang berbeda-beda itu. Apalagi jika tujuannya adalah untuk mencegah aktivitas pembalakan hutan dan kebakaran hutan.
Perlu diketahui, meski pun kearifan lokal Dayak ini tidak mengenal istilah konservasi, namun sejak turun-temurun ternyata sudah mempraktekkan aksi pelestarian terhadap tumbuhan dan hewan secara mengagumkan. Misalnya masyarakat menentukan suatu kawasan atau situs yang dikeramatkan secara bersama-sama. Kearifan lokal seperti itu, terbukti ampuh menyelamatkan suatu kawasan beserta isinya dengan berbagai bentuk larangan yang disertai dengan sanksi adat bagi yang melanggarnya. Bagi mereka yang melanggar ketentuan tersebut akan dikenai denda yang besarnya ditetapkan oleh kepala adat setempat. Kenyataannya, kearifan lokal seperti ini terbukti mampu menghambat lajunya kerusakan alam akibat pembalakan liar.

Pemerintah merasa gerah melihat kegiatan illegal logging yang merusak dan mengancam keutuhan hutan. Tiap tahun jumlah hutan yang gundul akibat pembalakan liar terus terjadi dan sangat luas terjadi di daerah-daerah yang masih memiliki hutan nan luas. Bagaimana mengatasinya?
Sebelumnya pernah berkembang mengenai pemerintah untuk menghidupkan kembali kearifan lokal Dayak yang akrab lingkungan guna menangkal berbagai persoalah kehutanan. Kearifan lokal tersebut sempat diwacanakan diusulkan menjadi Peraturan Daerah (Perda), bahkan kalau perlu dibuatkan Rancangan Undang-Undang (RUU) nya. Tentu saja untuk merealisasikannya bukanlah pekerjaan yang mudah, menurut Yohanes Andriyus Wijaya, SE anggota DPRD Sanggau pernah mengatakan, bahwa hal itu sangat baik. Namun yang perlu diingat dan membutuhkan kajian yang matang mengingat, setiap sub suku Dayak mempunyai kearifan lokal yang berbeda-beda dan berlaku pada daerahnya masing-masing. Artinya tidak ada keseragaman di setiap sub suku yang ada, walaupun ada benang merah yang dapat ditarik dari kearifan loca yang berbeda-beda itu. Apalagi jika tujuannya adalah untuk mencegah aktivitas pembalakan hutan dan kebakaran hutan.
Perlu diketahui, meskipun kearifan lokal Dayak ini tidak mengenal istilah konservasi, namun sejak turun-temurun ternyata sudah mempraktekkan aksi pelestarian terhadap tumbuhan dan hewan secara mengagumkan. Misalnya masyarakat menentukan suatu kawasan atau situs yang dikeramatkan secara bersama-sama. Kearifan lokal seperti itu, terbukti ampuh menyelamatkan suatu kawasan beserta isinya dengan berbagai bentuk larangan yang disertai dengan sanksi adat bagi yang melanggarnya. Bagi mereka yang melanggar ketentuan tersebut akan dikenai denda yang besarnya ditetapkan oleh kepala adat setempat. Kenyataannya, kearifan lokal seperti ini terbukti mampu menghambat lajunya kerusakan alam akibat pembalakan liar.

Sumber tulisan:Pontianak Post
http://lafinus.filsafat.ugm.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=76:kearifan-lokal-dayak&catid=40:kearifan-lokal
Di akses tanggal 24 november 2011

Jumat, 11 November 2011

proses fotosintesis....

BAGAIMANA PROSES FOTOSINTESIS PADA TUMBUHAN TERJADI?



Berikut akan saya jelaskan dulu apa pengertian Fotosintesis. Menurut Wikipedia, Fotosintesis adalah suatu proses biokimia yang dilakukan tumbuhan, alga, dan beberapa jenis bakteri untuk menghasilkan makanan dengan memanfaatkan energi cahaya. Hampir semua makhluk hidup bergantung dari energi yang dihasilkan dalam fotosintesis. Akibatnya fotosintesis menjadi sangat penting bagi kehidupan di bumi. Fotosintesis juga berjasa menghasilkan sebagian besar oksigen yang terdapat di Atmosfer bumi. Organisme yang menghasilkan energi melalui fotosintesis disebut sebagai fototrof.
Jadi pada dasarnya Fotosintesis hanya sebuah istilah/ sebutan proses pembuatan nutrisi atau makanan yang dibutuhkan tumbuhan. Sedangkan dari hasil proses Fotosintesis ini, tumbuhan memerlukan karbon dioksidan dan mengeluarkan oksigen. Tentunya kita sudah tau bahwa manusia memerlukan oksigen untuk bernapas.
Lagi-lagi menurut wikipedia menyatakan bahwa berbeda dari organisme lain yang memperoleh energi dengan memakan organisme lainnya, tumbuhan bersifat autotrof. Autotrof artinya dapat mensintesis makanan langsung. dari senyawa anorganik. Tumbuhan menggunakan karbon dioksida dan air untuk menghasilkan gula dan oksigen yang diperlukan sebagai makanannya. Energi untuk menjalankan proses ini berasal dari fotosintesis itu sendiri.
Glukosa dapat digunakan untuk membentuk senyawa organik lain seperti selulosa dan dapat pula digunakan sebagai bahan bakar. Proses ini berlangsung melalui respirasi seluler yang terjadi baik pada hewan maupun tumbuhan. Pada respirasi gula (glukosa) dan senyawa lain akan bereaksi dengan oksigen untuk menghasilkan karbon dioksida, air, dan energi kimia. Meskipun demikian, perlu diingat bahwa langkah-langkah dalam fotosintesis dan respirasi sesungguhnya amatlah amat rumit dan memiliki perbedaan-perbedaan yang mendetail.
Tumbuhan menangkap cahaya menggunakan pigmen yang disebut klorofil. Pigmen inilah yang memberi warna hijau pada tumbuhan. Klorofil mengandung organel yang disebut kloroplas. Kloroplas inilah yang menyerap cahaya yang akan digunakan dalam fotosintesis. Meskipun seluruh bagian tubuh tumbuhan yang berwarna hijau mengandung kloroplas, namun sebagian besar energi dihasilkan di daun. Di dalam daun terdapat lapisan sel yang disebut mesofil yang mengandung setengah juta kloroplas setiap milimeter perseginya. Cahaya akan melewati lapisan epidermis tanpa warna dan yang transparan, menuju mesofil, tempat terjadinya sebagian besar proses fotosintesis. Permukaan daun biasanya dilapisi oleh kutikula dari lilin yang bersifat anti air untuk mencegah terjadinya penyerapan sinar matahari ataupun penguapan air yang berlebihan.

Untuk lebih jelasnya berikut proses kimia pada fotosintesis tersebut.
12H2O + 6CO2 + cahaya --> C6H12O6 (glukosa) + 6O2 + 6H2O

Berikut adalah beberapa faktor utama yang menentukan laju fotosintesis:
1.      Intensitas cahaya, Laju fotosintesis maksimum ketika banyak cahaya.
2.      Konsentrasi karbon dioksida, Semakin banyak karbon dioksida di udara, makin banyak jumlah bahan yang dapt digunakan tumbuhan untuk melangsungkan fotosintesis.
3.      Suhu, Enzim-enzim yang bekerja dalam proses fotosintesis hanya dapat bekerja pada suhu optimalnya. Umumnya laju fotosintensis meningkat seiring dengan meningkatnya suhu hingga batas toleransi enzim.
4.      Kadar air, Kekurangan air atau kekeringan menyebabkan stomata menutup, menghambat penyerapan karbon dioksida sehingga mengurangi laju fotosintesis.
5.      Kadar fotosintat (hasil fotosintesis), Jika kadar fotosintat seperti karbohidrat berkurang, laju fotosintesis akan naik. Bila kadar fotosintat bertambah atau bahkan sampai jenuh, laju fotosintesis akan berkurang.
6.      Tahap pertumbuhan, Penelitian menunjukkan bahwa laju fotosintesis jauh lebih tinggi pada tumbuhan yang sedang berkecambah ketimbang tumbuhan dewasa. Hal ini mungkin dikarenakan tumbuhan berkecambah memerlukan lebih banyak energi dan makanan untuk tumbuh.

Penemuan
Meskipun masih ada langkah-langkah dalam fotosintesis yang belum dipahami, persamaan umum fotosintesis telah diketahui sejak tahun 1800-an.
Pada awal tahun 1600-an, seorang dokter dan ahli kimia, Jan van Helmont, seorang Flandria (sekarang bagian dari Belgia), melakukan percobaan untuk mengetahui faktor apa yang menyebabkan massa tumbuhan bertambah dari waktu ke waktu. Dari penelitiannya, Helmont menyimpulkan bahwa massa tumbuhan bertambah hanya karena pemberian air. Tapi pada tahun 1720, ahli botani Inggris, Stephen Hales berhipotesis bahwa pasti ada faktor lain selain air yang berperan. Ia berpendapat faktor itu adalah udara.
Joseph Priestley, seorang ahli kimia dan pendeta, menemukan bahwa ketika ia menutup sebuah lilin menyala dengan sebuah toples terbalik, nyalanya akan mati sebelum lilinnya habis terbakar. Ia kemudian menemukan bila ia meletakkan tikus dalam toples terbalik bersama lilin, tikus itu akan mati lemas. Dari kedua percobaan itu, Priestley menyimpulkan bahwa nyala lilin telah "merusak" udara dalam toples itu dan menyebabkan matinya tikus. Ia kemudian menunjukkan bahwa udara yang telah “dirusak” oleh lilin tersebut dapat “dipulihkan” oleh tumbuhan. Ia juga menunjukkan bahwa tikus dapat tetap hidup dalam toples tertutup asalkan di dalamnya juga terdapat tumbuhan.
Pada tahun 1778, Jan Ingenhousz, dokter kerajaan Austria, mengulangi eksperimen Priestley. Ia menemukan bahwa cahaya matahari berpengaruh pada tumbuhan sehingga dapat "memulihkan" udara yang "rusak".
Akhirnya di tahun 1796, Jean Senebier, seorang pastor Perancis, menunjukkan bahwa udara yang “dipulihkan” dan “merusak” itu adalah karbon dioksida yang diserap oleh tumbuhan dalam fotosintesis. Tidak lama kemudian, Theodore de Saussure berhasil menunjukkan hubungan antara hipotesis Stephen Hale dengan percobaan-percobaan "pemulihan" udara. Ia menemukan bahwa peningkatan massa tumbuhan bukan hanya karena penyerapan karbon dioksida, tetapi juga oleh pemberian air. Melalui serangkaian eksperimen inilah akhirnya para ahli berhasil menggambarkan persamaan umum dari fotosintesis yang menghasilkan makanan (seperti glukosa).
Diperoleh dari "http://id.wikipedia.org/wiki/Fotosintesis"
http://satopepelakan.blogspot.com/2010/12/bagaimana-proses-fotosintesis-pada.html
di asakses tanggal 11 november 2011